Kitalah Para Yudas Itu


Namanya kerap disebut-sebut sebagai pengkhianat terbesar sepanjang sejarah manusia. Ini karena dia telah dianggap sebagai penyebab ditangkapnya guru besar kehidupan, Yesus Sang Putera Allah. Coba kalau dia tidak membawa para prajurit Romawi ke Taman Getsemani malam itu, mungkin Sang Guru tidak ditangkap dan diadili. Itu kata mereka yang menuduh dia si pengkhianat.

Pegkhianat itu makin buruk namanya setelah dia menyesali perbuatannya lalu bunuh diri dengan menggantung di sebuah pohon, hingga tanah tempat pohon tumbuh itu pun nggak pernah laku dijual, kabarnya. Tanahnya disebut tanah darah, tempat kejadian perkara bunuh diri itu berlangsung.

Namun, kalau kita pikir dan renungkan dalam-dalam, sebenarnya persoalan ditangkap atau dibunuhnya Sang Guru itu bukan karena murid yang disebut pengkhianat ini. Ada atau tidaknya peran dia dalam drama paling mengerikan sepanjang sejarah ini tidak membuat kisah penangkapan dan penyaliban gagal. Rencana dari Bapa di Sorga tetap lanjut hingga tuntas.

Jadi, sebenarnya, tidak adil kalau perhatian terlalu banyak kita tujukan pada Yudas Iskariot. Bukan dia tokoh utamanya, tapi Sang Guru. Tentang apanya? Tidak lain dan tidak bukan adalah tentang pemberian diri sehabis-habisnya Sang Guru yang adalah Tuhan sendiri. Lagi-lagi penggalan ini seperti terulang lagi. Penggalan yang menyatakan kebaikan dan kemurahan hati Sang Guru.

Bagi saya, Yudas tidak lebih buruk dari Petrus. Petrus juga tidak lebih baik dari Yudas. Petrus bahkan mengkhianati Sang Guru sampai tiga kali. Di hadapan Sang Guru malahan. Betapa tidak hancur hatiNya diperlakukan seperti itu? Siapa yang tidak merasa sakit hati diingkari begitu oleh orang yang kita sayangi. Tapi, Sang Guru tetap menatapnya dengan penuh cinta.

Meski tidak sama persis, saya seperti ingat kisah di awal Kitab Kejadian tentang dua orang bersaudara bernama Kain dan Habil. Secara bebas saya ingin menyejajarkan kisah ini dengan kisah dua murid ini, Yudas dan Petrus. Dua murid ini jelas-jelas disebutkan dalam kisah. Kain dan Habil juga disebutkan dalam kisah pengkhianatan manusia di awal sejarah manusia versi Kitab Suci. Namun, lagi-lagi, sebetulnya bukan kisah pengkhianatan ini yang menjadi fokusnya.

Kain yang telah dikutuk Tuhan dan harus bekerja keras sepanjang hidupnya tetap mendapatkan jaminan keselamatan dari Tuhan. Kejadian 4:14-15 menyatakan demikian, “…Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan bersembunyi dari hadapanMu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemua dengan aku, tentulah akan membunuh aku.”

Firman Tuhan kepadanya: “Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.” Kemudian Tuhan menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapa pun yang bertemu dengan dia.

Kisah tentang kebaikan Bapa-lah yang semestinya menjadi perhatian kita semua. Inilah kisah yang terus-menerus harus diingat dalam hati dan pikiran kita. Bahwa DNA untuk bebas menentukan kehendak/keputusan (kehendak bebas) yang tertanam dalam diri kita sudah dari awal disadari Tuhan sebagai sebuah konsekuensi yang harus ditanggung (seolah-olah), oleh Tuhan sendiri. Maka, Dia sudah membuat rencana penyelamatan.

Dia tahu manusia bakal selalu berkhianat padaNya. Dia tahu para pengkhianat itu adalah orang-orang yang disayangiNya. Dan Dia pun tahu, para pengkhianat itu tetap saja ada sampai kapan pun. Meski sudah tahu ditebus pun, pengkhianatan demi pengkhianatan terus saya/kita lakukan dan terjadi hingga kini. Jadi, tidak ubahnya kita semua adalah Yudas-Yudas baru. Coba, siapa yang berani mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengkhianati Tuhan?

Saya kira pengkhianatan Yudas, demikian juga pengkhianatan Petrus sangat mungkin diperlukan, untuk semakin memperjelas kasih itu. Tanpa pengkhianatan itu, kasih yang begitu dalam dan luar biasa tidak terlalu nampak dalam drama penyelamatan ini. Pengkhianatan kita, rasa-rasanya ‘diperlukan’ untuk memperjelas betapa Tuhan adalah Allah yang Maha Kasih, Maha Ampun. Pengkhianatan itu telah mengundangNya untuk semakin dalam mengasihi kita, para Yudas dan Petrus masa kini. Semoga kita semua menyadari ini dan bersyukur atas segala kasih dan pengorbananNya untuk kita.

Selamat menjalani retret dalam pekan suci 2023. Tuhan memberkati. Amin

Leave a comment